Hidup sehat merupakan anugerah Allah, serta merupakan Hak Azasi Manusia. Mempertahankan kesehatan merupakan sifat hakiki setiap manusia. Oleh karena itu apabila manusia sakit maka ia berusaha melakukan berbagai upaya untuk mengobati penyakitnya.
Peran Obat tradisional mendominasi berperan sebagai obat sejak pertengahan abad 19. Sedangkan abad 19 mulai dikenalkan dengan metode eksperimental seiring dengan ilmu pengetahuan yang berkembang pesat termasuk ilmu kimia kedokteran, begitu pula pengolahannya isolasi dan penentuan struktur kimia zat aktif tanaman banyak dikerjakan, serta dilakukannya sintesa zat aktif.
Abad 20 peran obat sintetik dan semi sintetik mendominasi pemakaian obat, begitu pula akhir abad 20 terjadinya perubahan paradigma pengobatandari ragawi menjadi holistik dan obat tradisional melengkapi upaya pengobatan formal.
Sejarah menunjukkan bahwa diwilayah nusantara abad ke 5 sampai abad ke 19, tanaman obat merupakan sarana yang paling utama bagi masyarakat kita untuk pengobatan penyakit dan pemeliharaan kesehatan.
Kerajaan-kerajaan diwilayah nusantara seperti: Sriwijaya, Majapahit dan Mataram mencapai beberapa puncak kejayaan dan menyisakan banyak peninggalan yang dikagumi dunia, salah satunya produk Tanaman Obat yang diandalkan sebagai sarana pemeliharaan kesehatan.
Pengetahuan tanaman obat yang dikenal diwilayah Nusantara adalah bersumber dari pengetahuan secara turun-menurun, khususnya: China dan India.
Tumbuhan obat umumnya merupakan tumbuhan hutan yang didosmetikasi oleh nenek moyang menjadi tanaman pekarangan dan tanaman pinggir kebun dan secara turun menurun digunakan sebagai obat.
Tetapi dengan masuknya pengobatan modern di indonesia, yang ditandai dengan didirikannya Sekolah Dokter Jawa (stovia) di Jakarta tahun 1904, maka secara bertahap dan sistematis penggunaan tanaman obat sebagai obat ditinggalkan. Sejalan dengan masuknya modernisasi terutama dalam aspek pendidikan, maka pola hidup tradisional mulai tererosi. Perubahan yang paling menonjol adalah cara menjaga kesehatan dan pengobatan. Dengan begitu pola kehidupan masyarakat kita juga beralih pada pengobatan modern yang semula mengandalkan tumbuhan kini mulai mengandalkan obat kimia (obat modern).
Penggunaan tanaman obat dianggap kuno bodoh, berbahaya dan terbelakang. Tumbuhan obat yang secara turun menurun didosmetikasi dan dipelihara disudut-sudut kebun kini mulai terlantar, dilupakan dan dibersihkan yang akhirnya banyak masyarakat mungkin turunan kita tidak mengenal lagi jenis tanaman obat yang ditanam atau sudah terkenal sejak jaman nenek moyang kita, dan memahami konsep umum tentang obat hanya barang-barang yang dijual diapotik.
Di negara-negara tetangga kita seperti: RRC, Korea, Jepang, Taiwan dan Hongkong dan negara-negara timur lainnya, pengobatan modern dikembangkan sampai efektif. Obat tradisional tanaman obat biasa diresepkan oleh dokter dan banyak digunakan dirumah sakit, sehingga pasien dapat memilih untuk menggunakan obat kimia atau obat tradisional tanaman obat atau gabungan.
Upaya-upaya melestarikan pengetahuan tanaman obat berupa buku dan dokumentasi, antara lain :
• K. Heyne. Menulis buku “Tanaman Berguna Indonesia”
• Ny. Klopenberg-Versteegh, mendata 887 tanaman obat pribumi disertai 1.467 resep pengobatan.
• Dr. Seno Sastroatmidjoyo & Harsono Radjakmangunsudarso, menulis buku “Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang”, yang menghimpun keterangan Tanaman Obat Indonesia, cara penggunaannya dan proses pengobatan dengan Tanaman Obat.
• Beberapa orang ternama Indonesia yang juga ia seorang pengobat, penulis, pemerhati dan peneliti antara lain : Prof. Hembing Wijayakusuma, Dr. Setiawan Dalimartha, G. Kartasapoetra, Thomas A.N.S, dr. Prapti Utami dan banyak lagi.
• Penerbit dan peneliti dari lembaga-lembaga, seperti: PT. Esei Indonesia, Balitro Bogor, Badan Litbang Depkes, BPTO Tawangmangu, Direktorat jendral POM, Depkes, Majalah Agrobis, Intisari dll.
• Pelayanan pengobat formal dengan Tanaman Obat : RS. Dr. Sutomo Surabaya, RS. Bethesda, beberapa Puskesmas di Jawa Timur.
• Upaya lembaga pemeliharaan & penelitian Tanaman Obat Indonesia seperti : Balai penelitian tanaman obat & rempah (Balitro) Bogor, Balai Tanaman Obat Tawamangu
• Pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat dari hutan tropis Indonesia untuk kepentingan usaha, dilakukan oleh Perusahaan-perusahaan Produk Jamu, Perusahan-perusahaan Farmasi dengan berbagai produk berlogo “Jamu” dan berijin obat Obat Taradisional “TR”, Minuman-minuman Kesehatan Tradisional yang berijin P-IRT seperti minuman kesehatan Instant Jahe, Temulawak, Kunir Putih “ADEM ATI” Jember.
Upaya-upaya diatas memang nyata ada, tetapi sangat terbatas dan dampaknya sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan yang ada. Hal ini terjadi karena kurangnya dukungan masyarakat, karena masyarakat masih berkiblat dengan faham modern dan hal-hal yang bersifat tradisional kurang menarik. Sebagai akibatnya hasil dari upaya-upaya diatas kurang nyata. Tetapi abad ke 20 terdapat kecenderungan secara global untuk kembali ke alam, dan kecenderungan ini sangat kuat di negara-negara maju yang berdampak pada negara-negara berkembang seperti Indonesia ini.
Peran Obat tradisional mendominasi berperan sebagai obat sejak pertengahan abad 19. Sedangkan abad 19 mulai dikenalkan dengan metode eksperimental seiring dengan ilmu pengetahuan yang berkembang pesat termasuk ilmu kimia kedokteran, begitu pula pengolahannya isolasi dan penentuan struktur kimia zat aktif tanaman banyak dikerjakan, serta dilakukannya sintesa zat aktif.
Abad 20 peran obat sintetik dan semi sintetik mendominasi pemakaian obat, begitu pula akhir abad 20 terjadinya perubahan paradigma pengobatandari ragawi menjadi holistik dan obat tradisional melengkapi upaya pengobatan formal.
Sejarah menunjukkan bahwa diwilayah nusantara abad ke 5 sampai abad ke 19, tanaman obat merupakan sarana yang paling utama bagi masyarakat kita untuk pengobatan penyakit dan pemeliharaan kesehatan.
Kerajaan-kerajaan diwilayah nusantara seperti: Sriwijaya, Majapahit dan Mataram mencapai beberapa puncak kejayaan dan menyisakan banyak peninggalan yang dikagumi dunia, salah satunya produk Tanaman Obat yang diandalkan sebagai sarana pemeliharaan kesehatan.
Pengetahuan tanaman obat yang dikenal diwilayah Nusantara adalah bersumber dari pengetahuan secara turun-menurun, khususnya: China dan India.
Tumbuhan obat umumnya merupakan tumbuhan hutan yang didosmetikasi oleh nenek moyang menjadi tanaman pekarangan dan tanaman pinggir kebun dan secara turun menurun digunakan sebagai obat.
Tetapi dengan masuknya pengobatan modern di indonesia, yang ditandai dengan didirikannya Sekolah Dokter Jawa (stovia) di Jakarta tahun 1904, maka secara bertahap dan sistematis penggunaan tanaman obat sebagai obat ditinggalkan. Sejalan dengan masuknya modernisasi terutama dalam aspek pendidikan, maka pola hidup tradisional mulai tererosi. Perubahan yang paling menonjol adalah cara menjaga kesehatan dan pengobatan. Dengan begitu pola kehidupan masyarakat kita juga beralih pada pengobatan modern yang semula mengandalkan tumbuhan kini mulai mengandalkan obat kimia (obat modern).
Penggunaan tanaman obat dianggap kuno bodoh, berbahaya dan terbelakang. Tumbuhan obat yang secara turun menurun didosmetikasi dan dipelihara disudut-sudut kebun kini mulai terlantar, dilupakan dan dibersihkan yang akhirnya banyak masyarakat mungkin turunan kita tidak mengenal lagi jenis tanaman obat yang ditanam atau sudah terkenal sejak jaman nenek moyang kita, dan memahami konsep umum tentang obat hanya barang-barang yang dijual diapotik.
Di negara-negara tetangga kita seperti: RRC, Korea, Jepang, Taiwan dan Hongkong dan negara-negara timur lainnya, pengobatan modern dikembangkan sampai efektif. Obat tradisional tanaman obat biasa diresepkan oleh dokter dan banyak digunakan dirumah sakit, sehingga pasien dapat memilih untuk menggunakan obat kimia atau obat tradisional tanaman obat atau gabungan.
Upaya-upaya melestarikan pengetahuan tanaman obat berupa buku dan dokumentasi, antara lain :
• K. Heyne. Menulis buku “Tanaman Berguna Indonesia”
• Ny. Klopenberg-Versteegh, mendata 887 tanaman obat pribumi disertai 1.467 resep pengobatan.
• Dr. Seno Sastroatmidjoyo & Harsono Radjakmangunsudarso, menulis buku “Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang”, yang menghimpun keterangan Tanaman Obat Indonesia, cara penggunaannya dan proses pengobatan dengan Tanaman Obat.
• Beberapa orang ternama Indonesia yang juga ia seorang pengobat, penulis, pemerhati dan peneliti antara lain : Prof. Hembing Wijayakusuma, Dr. Setiawan Dalimartha, G. Kartasapoetra, Thomas A.N.S, dr. Prapti Utami dan banyak lagi.
• Penerbit dan peneliti dari lembaga-lembaga, seperti: PT. Esei Indonesia, Balitro Bogor, Badan Litbang Depkes, BPTO Tawangmangu, Direktorat jendral POM, Depkes, Majalah Agrobis, Intisari dll.
• Pelayanan pengobat formal dengan Tanaman Obat : RS. Dr. Sutomo Surabaya, RS. Bethesda, beberapa Puskesmas di Jawa Timur.
• Upaya lembaga pemeliharaan & penelitian Tanaman Obat Indonesia seperti : Balai penelitian tanaman obat & rempah (Balitro) Bogor, Balai Tanaman Obat Tawamangu
• Pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat dari hutan tropis Indonesia untuk kepentingan usaha, dilakukan oleh Perusahaan-perusahaan Produk Jamu, Perusahan-perusahaan Farmasi dengan berbagai produk berlogo “Jamu” dan berijin obat Obat Taradisional “TR”, Minuman-minuman Kesehatan Tradisional yang berijin P-IRT seperti minuman kesehatan Instant Jahe, Temulawak, Kunir Putih “ADEM ATI” Jember.
Upaya-upaya diatas memang nyata ada, tetapi sangat terbatas dan dampaknya sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan yang ada. Hal ini terjadi karena kurangnya dukungan masyarakat, karena masyarakat masih berkiblat dengan faham modern dan hal-hal yang bersifat tradisional kurang menarik. Sebagai akibatnya hasil dari upaya-upaya diatas kurang nyata. Tetapi abad ke 20 terdapat kecenderungan secara global untuk kembali ke alam, dan kecenderungan ini sangat kuat di negara-negara maju yang berdampak pada negara-negara berkembang seperti Indonesia ini.
0 komentar:
Posting Komentar